Pernikahan Menipu untuk Membantu Imigran Thailand Tanpa Dokumen: Menghadapi Denda dan Sanksi Hukum

Pernikahan Palsu: Masalah yang Meningkat di Korea Selatan

Di Korea Selatan, kasus warga negara asing yang terpaksa melakukan “pernikahan palsu” untuk mendapatkan izin menetap semakin meningkat. Insiden terbaru menyoroti tren yang mengkhawatirkan ini. Tiga orang dijatuhi denda karena berkonspirasi untuk mendaftarkan pernikahan fiktif guna membantu seorang wanita Thailand mendapatkan izin tinggal secara legal.

Jalannya Rencana

Terdakwa A bertemu dengan C, seorang warga negara Thailand yang tinggal secara ilegal di Korea, melalui istrinya yang berkewarganegaraan Thailand. A mengusulkan sebuah kesepakatan, menyatakan bahwa dengan 20 juta won, ia dapat mengatur agar C menikah dengan seorang warga Korea dan mendapatkan visa. C dengan antusias menerima tawaran tersebut. A kemudian mendekati B, seorang kenalan, dan menawarkan 5 juta won untuk berpartisipasi dalam pernikahan palsu itu. B juga setuju, dan dengan demikian, ketiganya berkonspirasi untuk mendapatkan izin tinggal melalui cara yang menipu.

Pada 4 September 2017, para terdakwa mengajukan formulir pendaftaran pernikahan di Kantor Distrik Gwangsan Gwangju meskipun tanpa niat yang nyata untuk menikah. Tak menyadari penipuan tersebut, petugas memasukkan informasi palsu ke dalam sistem catatan publik, sehingga melanggar hukum mengenai dokumen publik yang palsu.

Memperpanjang Penipuan

Selanjutnya, para terdakwa menyajikan sertifikat nikah dan dokumen izin tinggal yang dipalsukan kepada Kantor Imigrasi Gwangju pada tiga kesempatan yang berbeda (12 Desember 2018; 18 Desember 2019; dan 12 November 2021), memperpanjang status tinggal C. Pelanggaran mencolok ini melanggar undang-undang imigrasi yang diatur dalam Pasal 94, 17-2, dan 26.

Konsekuensi Hukum

Pengadilan menjatuhkan denda sebagai berikut kepada ketiga terdakwa:

  • Terdakwa A: 10 juta won
  • Terdakwa B: 10 juta won
  • Terdakwa C: 6 juta won

Jika salah satu dari mereka tidak mampu membayar, mereka akan menghadapi satu hari di fasilitas kerja untuk setiap 100.000 won yang terutang. Pengadilan mencatat, “Pernikahan palsu dan pendaftaran palsu merusak integritas sistem pendaftaran keluarga dan menyebabkan gangguan signifikan terhadap upaya pengendalian imigrasi di negara ini,” menganggap tindakan mereka sangat tercela. Namun, karena para terdakwa mengakui kesalahan mereka dan mengekspresikan penyesalan, mereka menerima keringanan melalui sanksi finansial.

Penipuan yang Serius

Insiden ini bukan sekadar kasus “pernikahan palsu”; ini merupakan tindakan penipuan serius yang mengeksploitasi sistem catatan publik. Terlibat dalam taktik licik semacam itu untuk mendapatkan izin tinggal adalah pelanggaran hukum. Selain itu, mereka yang memfasilitasi atau membantu tindakan ini, termasuk warga negara Korea, juga akan dikenakan tuntutan sebagai kaki tangan.

Peristiwa seperti ini menimbulkan pertanyaan penting mengenai integritas proses imigrasi dan kebutuhan untuk waspada terhadap praktik penipuan di Korea Selatan.